Jumat, 23 Maret 2012

Reward, Hadiah, Penghargaan, & Reinforcement_tugas makul Manj. Kelas ^^


A.    Hadiah
1.      Pengertian
Menurut Hendi Suhendi, hadiah adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian dengan maksud memuliakan.[1]
Ngalim purwanto mengatakan hadiah sama dengan ganjaran. Hadiah adalah salah satu alat pendidikan. Jadi, dengan sendirinya maksud hadiah itu adalah sebagai alat untuk mendidik anak-anaknya supaya anak merasa senang karena perbuatan dan pekerjaannya mendapat penghargaan. Umumnya, anak mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuatannya yang menyebabkan ia mendapat ganjaran yang baik.[2]
2.      Macam-macam hadiah
Untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan kepada anak merupakan suatu hal yang sulit. Ganjaran sebagai alat pendidikan banyak sekali macamnya. Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan ganjaran bagi anak didiknya:
a.       Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
b.      Guru memberikan kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti, “rupanya sudah baik pula tulisanmu, Nak. Kalau kamu terus berlatih, tentu akan lebih baik lagi.”
c.       Pekerjaan dpat juga menjadi suatu syarat ganjaran. Contoh, “engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Nak. Karena nomor tiga ini rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.”
d.      Hadiah yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu. Misalnya, “karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik dan lekas selesai, sekarang saya (guru) akan mengisahkan sebuah cerita yang bagus sekali.” Hadiah untuk seluruh kelas dapat juga berupa bernyanyi atau pergi darmawisata.
e.       Hadiah dapat pula berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya; pensil, buku tulis, permen, atau makanan yang lain. Tetapi dalam hal ini guru harus berhati-hati dan bijaksana sebab benda-benda itu mudah benar ganjaran berubah menjadi “upah” bagi murid-murid.
3.      Syarat-syarat memberi hadiah
Bagi seorang pendidik memberi suatu ganjaran bukanlah soal yang mudah. Terkadang juga berpikir ganjaran-ganjaran macam apakah yang baik diberikan kepada peserta didik. Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh pendidik:
a.       Untuk memberi hadiah yang p
4.      Adagogis perlu sekali guru mengenal betul-betul muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Hadiah dan penghargaan yang salah dan tidak tepat dpat membawa akibat yang tidak diinginkan.
5.      Hadiah yang diberikan kepada seorang anak hendaknya janganlah menimbulkan rasa cenburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat ganjaran.
6.      Memberi hadiah hendaklah hemat. Terlalu kerap atau terus-menerus memberi ganjaran dan penghargaan akan menjadi hilang arti ganjaran itu sebagai alat pendidikan.
7.      Jaganlah memberi hadiah dengan menjanjikan terlebih dahlu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya apalagi bagi ganjaran yang diberikan kepada seluruh kelas. Hadiah yang telah dijanjikan terlebih dahulu, hanyalah akan membuat anak-anak terburu-buru dalam bekerja dan akan membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai.
8.      Pendidik harus berhati-hati memberi hadiah, jangan sampai hadiah yang dibeirkan kepada anak-anak diterimanya sebagai upah dari jerih payah yang telah dilakukannya.[3]
B.     Reinforcement
1.      Pengertian
Reinforcement dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia adalah penguatan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, reinforcement adalah proses, cara, perbuatan, menguati atau menguatkan.[4]
Istilah reinforcement (peneguhan atau penguatan) berasal dari skinner salah seorang ahli psikologi belajar behavoristik, dia mengartikan reinforcement sebagai setiap konsekuensi atau dampak tingkah laku yang memperkuat tingkah laku tertentu. Reinforcement juga dapat diartikan stimulus yang meningkat kemungkinan timbulnya respon tertentu.
2.      Macam-macam reinforcement
Reinforcement terbagi menjadi dua, yaitu reinforcement positif dan reinforcement negative. Reinforcement  positif identik dengan hadiah (reward), sedangkan yang negative identik dengan pemberian hukuman. Namun perlu adanya penelitian lebih jauh untuk reinforcement negative karena mengandung dua akibat. Bisa berakibat terhentinya perilaku dan juga bisa membuat perilaku diulangi lagi.

End then,... ini tambahan materi dari buku yang lain,... ^_~
Sumber: Drs. Thoifuri, M.Ag. 2007. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: Rasail Media Group
a.      Metode penghargaan
Metode ini mengedepankan kegembiraan dan positif thinking, yaitu memberikan hadiah pada anak didik, baik yang berprestasi akademik maupun yang berperilaku baik. Penghargaan hadiah dianggap sebagai media pengajaran yang preventif dan representative untuk membuat senang dan menjadi motivator belajar anak didik. Maksudnya, pemberian hadiah harus didahulukan daripada hukuman, karena pemberian hadiah lebih baik pengaruhnya dalam usah aperbaikan pengajaran. Dan bagi guru inisiator tentu mudah melaksanakan metode ini, karena ia ingin selalu dekat dan menjadi sumber inspirasi anak didiknya.
Adapun kelebihan metode ini adalah mampu menciptakan kompetisi obyektif peserta didik untuk melakukan hal-hal yang positif dan progresif, serta dapat menjadi motivasi siswa lainnya untuk belajar lebih giat lagi. Kekurangan metode ini adalah dapat menimbulkan dampak negative manakala guru berlebihan dalam melakukannya, sehingga mengakibatkan siswa besar kepala, sombong, dan merasa dirinya lebih baik dan lebih tinggi dari teman-teman lainnya. 
Contoh di kelas seperti apa yang dilakukan pak Agung dengan memberikan reward berupa point-point tambahan bagi mahasiswa yang bertanya, memberi tanggapan atau tambahan, dan menjadi moderator.
b.      Metode hukuman
Metode ini berlawanan dengan metode pemberian hadiah. Metode pengajaran hukuman memang perlu (suatu saat) diterapkan pada anak didik agar ia tidak mudah melakukan tindak negative. Metode ini sebagai media preventif dan represif bagi siswa sebagai implikasi perbuatannya yang tidak baik.
Bagi guru, bukan berarti tidak diperbolehkan menggunakan metode pengajaran hukuman ini. Guru ini boleh menerapkannya dalam kondisi terpaksa setelah melihat penyimpangan anak didiknya yang sudah tidak bisa ditolerir lagi. Metode hikuman sebagai jalan terakhir dengan prinsip tidka menyakiti secara fisik, melainkan hikuman yang bersifat ekademik dan edukatif dengan tujuan menyadarkan siswa dari kesalahan yang diulang-ulang.
Kelebihan metode pengajaran hukuman ini adalah untuk memperbaiki kesalahan siswa, sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bagi guru tentunya tanggap bahwa kesalahan pada anak didiknya satu kali saja sudah merasa sebagai kegagalan dalam mengajar. Oleh karenanya, metode ini diterapkan agar siswa merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati guru dan dirinya sendiri.
Kelemahan metode ini adalah jika hukuman yang diberikan tidak bersifat akademik, maka akan membangkitkan emosional anak didik, suasana menjadi rusuh, tidak kondusif, anak takut, kurang percaya diri, pemalas dan yang paling tragis lagi adalah mengurangi keberanian siswa untuk mengelurkan pendapat dan berbuat. Yang artinya, tidak hanya sakit secara fisik saja, tapi juga kondisi psikisnya.





[1] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), hlm.211.
[2] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hlm.182.
[3] Ibid, hlm.182.
[4] Tim Penyusun Kamun Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.468.

All About DICIPLINE_tugas makalah manajemen kelas

Sebelum kita mengenal lebih jauh tentang DISIPLIN, ada baiknya jika kita kenalan dulu, apa sih DISIPLIN itu?
Selamat membaca,... ^^

Arti Disiplin
Konsep popular dari “disiplin” adalah sama dengan “hukuman”. Menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya bila anak melanggar peraturan dan perintah yang diberikan orang tua, guru atau orang dewasa yang ebrwewenang mengatur kehidupan bermasyarakat, tempat anak itu tinggal.
Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple”, yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seoran gpemimppin. Orang tua dan gru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang erguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok.
Tujuan disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan. 
Beberapa Kebutuhan Masa Kanak-Kanak yang Dapat Diisi Oleh Disiplin
-          Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
-          Dengna membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah – perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk – disiplin memungkinkah anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok social dan dengan demikian memperoleh persetujuan masyarakat.
-          Dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih saying dan penerimaan.
-          Disiplin yang sesuai dengan perkembangna berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan darinya.
-          Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani dalam pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku.

Mengapa disiplin diperlukan, ya???
ini dia,... :)

Pada masa lampau, disiplin dianggap perlu untuk menjamin bahwa anak akan menganut standar yang ditetapkan masyarakat dan yang harus dipatuhi anak agar ia tidak ditolak masyarakat.
Disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu. Contoh kebutuhannya? Mungkin contohnya disiplin dalam hal waktu jam tidur, missal, jam 9 malam anak harus sudah bersiap tidur. Lalu disiplin dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, tugas rumah, dll. J
Terdapat banyak kondisi yang mempengaruhi kebutuhan anak akan disiplin. Berikut enam diantaranya yang dianggap sangat penting:
1.       Karena terdapat variasi dalam laju perkembangan anak. Tidak semua anak dengan usia yang sama dapat mempunyai kebutuhan akan disiplin yang sama. Disiplin yang cocok untuk anak yang satu belum tentu cocok untuk anak yang lain dengan usia yang sama.
Misalnya, beberapa kata yang lemah lembut mungkin membuat satu orang anak mengerti bahwa ia tidak boleh bermain dengan korek api, sedangkan anak lain dengan usia yang sama mungkin tidak mengerti kata yang digunakan dalam larangan itu dan sentilan pada jarinya diperlukan untuk membuatnya mengerti larangan tersebut.
2.       Kebutuhan akan disiplin bervariasi menurut waktu dalam sehari. [?]
3.       Kegiatan yang dilakukan anak mempengaruhi kebutuhan akan disiplin. Disiplin paling besar kemungkinannya dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari yang rutin, misalnya makan, tidur atau membuat pekerjaan rumah dan paling sedikit diperlukan bila anak bebas bermain sekehendak hatinya. Sebagai contoh, bila anak menolak tidur atau makan, lebih diperlukan disiplin daripada waktu mereka membaca atau bermain dengan mainan.
4.       Kebutuhan akan disiplin bervariasi dengan hari dalam seminggu. Hari senin dan akhir minggu merupakan saat disiplin paling dibutuhkan.
5.       Disiplin lebih sering dibutuhkan dalam keluarga besar daripada keluarga kecil. Semakin banyak anak dalam suatu keluarga, semakin kurang perhatian dan pengawasan yang didapat dari orang tua, dan semakin besar kemungkinan ada kecemburuan antarsaudara dan rasa permusuhan, diikuti pertengkaran dan bentuk perilaku yang mengganggu lain.
6.       Kebutuhan akan disiplin bervariasi dengan usai. Anak yang lebih besar kurang membutuhkan disiplin dibandingkan anak kecil. Dengan bertambahnya umur, mereka dapat berkomunikasi lebih baik dan dengan demikian mengerti apa yang diharapkan dari mereka.
Anak yang lebih besar juga membutuhkan disiplin yang berbeda jenisnya dari anak yang lebih kecil. Anak yang lebih besar perlu diberi penjelasan mengapa bentuk perilaku tertentu dapat diterima dan yang lain tidak. Memberi larangan saja, tidak cukup. Penjelasan membantu memperluas konsep moral mereka dan memberi motivasi untuk melakukan apa yang diharapkan.

Apa saja unsur-unsur DISIPLIN?
Unsur-Unsur Disiplin
Bila disiplin dianggap perlu untuk mendidik anak berperilaku social yang dapat diterima dengan standar yang ditetapkan kelompok social mereka, ia harus mempunyai empat unsure pokok. Ada empat cara mendisiplin yang digunakan, yaitu:
1.       Peraturan sebagai pedoman perilaku
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut mungkin ditetapkan oran guta, guru atau teman bermain. Tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu.
Dalam hal peraturan sekolah misalnya, peraturan ini mengatakan pada anak apa yang yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan sewaktu berada di dalam kelas, sekolah, kantin dan yang lainnya. Sebaliknya mereka tidak mengatakan apa yang tidak boleh dilakukan di rumah, lingkungan sekitar rumah atau kelompok bermain yang tidak diawasi guru.
Demikian juga, peraturan di rumah mengajarkan anak apa yang harus dan apa yang boleh dilakukan di rumah atau dalam hubungan dengan anggota keluarga – seperti misalnya mengambil milik saudara, tidak boleh membantah orang tua, dan yang lainnya.
Fungsi peraturan.
Peraturan mempunya dua fungsi. Pertama, peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut. Kedua, peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Bila peraturan keluarga mengatakan bahwa tidak seorang anak pun boleh mengambil mainan atau milik saudaranya tanpa pengetahuan dan izin si pemilik, anak segera belajar bahwa hal ini dianggap perilaku yang tidak diterima karena mereka dimarahi atau dihukum bila melakukan tindakan terlarang ini.
Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi penting di atas, peraturan itu harus  dimengerti, diingat dan diterima oleh si anak. Bila peraturan diberikan dalam kata-kata yang tidak dimengerti atau hanya sebagian dimengerti, peraturan itu tidak berharga sebagai pedoman perilaku dan gagal mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
Umumnya lebih anyak peraturan diperlakukan bagi anak kecil daripada bagi anak yang lebih besar. Menjelang masa remaja, anak dianggap telah belajar apa yang diharapkan kelompok social dari mereka, oleh sebab itu peraturan sebagai pedoman perilaku tidak lagi diperlukan. Akan tetapi, karena banyak anak, seperti juga anak remaja dan orang dewasa, kemungkinan lekas terglincir ke dalam perilaku yang tidak diinginkan jika tidak ada peraturan, peraturan tetap berfungsi sebagai alat pengekang perilaku yang tidak diinginkan, yaitu fungsi pokok kedua dari peraturan.
2.       Konsistensi dalam peraturan tersebut dan cara yang digunakan untuk mengajarkan dan memaksakannya
3.       Hukuman untuk pelanggaran peraturan
Fungsi hukuman.
Hukuman mempunyai tiga peran penting dalam perkembangan moral anak. Fungsi pertama adalah menghalangi. Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Bila anak menyadari bahwa tindakan tertentu akan dihukum, mereka biasanya urung melakukan tindakan tersebut karena teringat akan hukuman yang dirasakannya di waktu lampau akibat tindakan tersebut.
Fungsi kedua adalah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan salah dengan mendapat hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila mereka melakukan tindakan yang diperbolehkan. Dengan meningkatnya usia, mereka belajar peraturan terutama lewat pengajaran verbal. Tetapi mereka juga belajar dari pengalaman bahwa jika mereka gagal mematuhi peraturan sudah barang tentu mereka akan dihukum. Ini memperkuat pengajaran verbal.
Fungsi ketiga adalah memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat.  Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut.
Evaluasi hukuman.
Ada dua criteria apabila mengevaluasi berbegai bentuk hukuman, yaitu:
a.       Apakah hukuman tersebut sesuai ditinjau dari sudut perkembangan? Apakah anak mengerti mengapa hukuman itu diberikan?
b.      Apakah hukuman tersebut memenuhi ketiga tujuan disiplin (mendidik, menghalangi, dan memberi motivasi)?
Jika hukuman yang digunakan membuat anak suka melawan dan bersikap bermusuhan, motivasi untuk mencoba bersikap lebih baik secara social akan hilang. Sebaliknya, mereka kan berusaha membalas, walaupun meungkin dengan cara memproyeksi rasa amarah dan sikap permusuhan pada korban yang tidak bersalah alih-alih pada orang yang menghukumnya.
Untuk hukuman badan, ada tiga situasi dimana hukuman badan berguna, yakni:
a.       Bila tidak ada cara lain untuk mengkomunikasikan larangan mengenai sesuatu yang mungkin berbahaya bagi diri anak atau orang lain.
b.      Bila hukuman dapat diberikan pada saat tindakan terlarang sedang berlangsung sehingga anak akan menghubungkan keduanya dan mengerti mengapa tindakan itu dilarang.
c.       Bila berat hukuman badan disesuaikan dengan berat kesalahan, anak akan mempunyai nilai edukatif.
4.       Penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku.
Hilangnya salah satu hal pokok ini akan menyebabkan sikap yang tidak menguntungkan pada anak dan perilaku yang tidak akan sesuai dengan standard an harapan social. Contohnya, bila anak anak merasa bahwa mereka dihukum secara tidak adil atau bila usaha mereka untuk menyesuaikan diri dengan harapan social tidak dihargai oleh pihak yang berkuasa, hal itu akan melemahkan motivasi mereka untuk berusaha memenuhi harapan social.
Karena empat hal pokok ini sangat berperan dalam perkembangan selama masa kanak-kanak.

Hmmm,... Bagaimana ya cara menanamkan DISIPLIN pada anak?
aha! ini dia,..! ^^
Cara-Cara Menanamkan Disiplin
Ada tiga cara dalam menanamkan disiplin, yaitu:
1.       Cara mendisiplin otoriter
Cara mendisilin yang otoriter ditandai dengan adanya peraturan dan pengaturan yang keras untuk memaksakan perilaku yang diinginkan. Tekniknya memberi hukuman yang berat bila terjadi kegagalan atau kesalahan sedikit. Artinya, hukuman yang diberikan tidak seimbang dengan kesalahan yang dilakukan. Atau sama sekali tidak ada persetujuan, artinya dalam pembuatan peraturan tersebut tidak melibatkan anak di dalamnya. Atau tidak adaya pujian atau penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan.
Disiplin otoriter selalu berarti mengendalikan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman, terutama hukuman badan. Bahkan setelah anak bertambah besar, orang tua yang menggunakan pengendalian otoriter yang kaku jarang mengendurkan pengendalian mereka atau menghilangkan hukuman badan.
Tambahan pula, mereka tidak mendorong anak untuk dengan mandiri mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan tindakan mereka. Sebaliknya, mereka hanya mengatakan apa yang harus dilakukan, dan tidak menjelaskan mengapa hal itu harus dilakukan. Jadi anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikanperilaku mereka sendiri.
Dalam keluarga dengan cara mendisiplin otoriter yang lebih wajar, anak tetap dibatasi dalam tindakan mereka, dan keputusan-keputusa diambil oleh orang uta. Namun keinginan mereka tidak selurhnya diabaikan, dan pembatasan yang kurang beralasan, misalnya larangan melakukan apa yang dilakukan teman sebaya, berkurang.
2.       Cara mendisiplin permisif
Disiplin permisif sebetulnya berarti sedikit diseiplin atau tidak berdisiplin. Biasanya disiplin permisif tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara social dan tidak menggunakan hukuman.
Bagi banyak orang tua, disiplin permisif merupakan protes terhadap disiplin yang kaku dank eras masa kanak-kanak mereka sendiri. Dalam hal seperti itu, anak sering tidak diberi batas-batas atau kendala yan gmengatur apa saja yang bolah dilakukan; mereka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri.
3.       Cara mendisiplin demokratis
Cara mendisiplin demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan  aspek edukatif dari disiplin daripada aspek hukumannya.
Bila anak masih kecil, mereka diberi penjelasan mengenai peraturan yang harus dipatuhi dalam kata-kata yang dapat dimengerti. Misalnya, bila ada peraturan bahwa mereka tidak boleh menyentuh kompor di dapur, mereka diberitahu bahwa perbuatan  itu akan menyakiti mereka, atau diperlihatkan, dengan mendekati tangan mereka pada kompor, arti kata “sakit” dan mengapa mereka tidak boleh menyentuh kompor.
Dengan bertambahnya usia, mereka tidak saja diberi penjelasan tentang peraturan, melainkan juga diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka tentan gperaturan. Contohnya, bila peraturan itu berbeda dari peraturan teman mereka, orang tua memberi mereka kesempatan untuk mengemukakan mengapa mereka merasa mereka tidak perlu mematuhi peraturan yang tidak berlakku bagi teman mereka. Bila alasan mereka masuk akal, oran guta yan gmenggunakan disiplin demokratis biasanya mau mengubah peraturan mereka.
Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekaan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hukuma hanya digunakan bila terdapat bukkti bahwa anak secara sadar menolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Bila perilaku anak memenuhi standar yang diharapkan, oran guta yang demokratis akan menghargainya dengan pujian atau pernyataan persetujuan yang lain.
Falsafah yang mendasari disiplin demokratis ini adalah falsafah bahwa disiplin bertujuan mengajar anak mengembangkan kendali atas perilaku mereka sendiri sehingga mereka akan melakukan apa yang benar, meskipun tidak ada penjaga yang mengancam mereka dengan hukuman bila mereka melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan. Pengendalian internal atas perilaku ini adalah hasil usaha mendidik anak untuk berperilaku menurut cara yang benar dengan memberi mereka penghargaan.

End then,... apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi cara menDISIPLIN?? o_0
Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Cara Mendisiplin
1.       Kesamaan dengan disiplin yang digunakan orang tua
Bila orang tua dan guru merasa bahwa oran gtua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik, mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuhan mereka; bila mereka merasa teknik yang digunakan oran gtua mereka salah, biasanya mereka beralih ke tekni yang berlawanan.
2.       Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok
Semua orang tua dan guru, tetapi terutama merek ayang muda dan tidak berpengalaman, lebih dipengaruhi oleh apa yang oleh anggota kelompok mereka dianggap sebagai cara “terbaik” daripada oleh pendirian mereka sendiri mengenai apa yang terbaik.
3.       Usia orang tua atau guru
Oran gtua dan guru yang muda cenderung lebih demokratis dan permisif dibandingkan dengan mereka yang lebih tua. mereka cenderung mengurangi kendali tatkala anak menjelang masa remaja.
4.       Pendidikan untuk menjadi orang tua atau guru
Orang tua yang telah mendapat kursus dalam mengasuh anak dan lebih mengerti anak dan kebutuhannya lebih menggunakan teknik demokratis dibandingkan oran tua yang tidak mendapat pelatihan demikian.
5.       Jenis kelamin
Wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan kebutuhannya dibandingkan pria, dan mereka cenderung kurang otoriter. Hal ini berlaku untuk orang tua dan guru meupun untuk para pengasuh lainnya.
6.       Status sosio-ekonomi
Orang tua dan guru kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa, dan kurang toleran dibandingkan mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lbiah konsisten. Semakin berpendidikan, semakin mereka menyukai disiplin demokratis.
7.       Konsep mengenai peran orang dewasa
Orang tua yang mempertaahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua, cenderung lebih otoriter dibandingkan orang tua yang telah menganut konsep yang lebih modern. Guru yang yakin bahwa harus ada tata-cara yang kaku dalamkelas lebih banyak menggunakan disiplin otoriter dibandingkan guru yang mempunyai konsep mengajar yang demokratis.
8.       Jenis kelamin anak
Orang tua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan daripada terhadap anak laki-lakinya. Begitu pula para guru cenderung lebih keras terhadap anak perempuan.
9.       Usia anak
Disiplin otoriter jauh lebih umum digunakan untuk anak kecil daripada untuk mereka yang lebih besar. Apapun teknik yang disukai, kebanyakan orang tua dan guru merasa bahwa anak kecil tidak dapat mengerti penjelasan, sehingga mereka memusatkan perhatian mereka pada pengendalian otoriter.
10.   Situasi
Ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diganjar hukuman, sedangkan sikap menantang, negativism, dan agres kemungkinan lebih mendorong pengendalian otoriter.

Nah, jika harus memberi hukuman pada anak, bagaimana agar hukuman yang diberikan itu memiliki nilai positif? Ini dia jawabannya,... :)

Pokok-pokok hukuman yang baik
1.       Hukuman harus disesuaikan dengan pelanggaran dahrus mengikuti pelanggaran sedini mungkin sehingga anak akan mengasosiasikan keduanya. Bila seorang anak memuang makanna ke lantai karena sedang marah-marah, anak itu harus langsung membersihkannya.
2.       Hukuman yang diebrikan harus konsisten sehingga anak itu mengetahui bahwa kapan saja suatu peraturan dilanggar, hukuman itu tidak dapat dihindarkan.
3.       Apa pun bentuk hukuman yang diberikan, sifatnya harus impersonal sehingga anak itu tidak akan menginterpretasikannya sebagai “kejahatan” si pemberi hukuman.
4.       Hukuman harus konstruktif sehingga memberi motivasi untuk yang disetujui secara social di masa mendatang.
5.       Suatu penjelasan mengenai alasan mengapa hukuman diberika harus menyertai hukuman agar anak itu akan melihatnya sebagai andil dan benar.
6.       Hukuman harus mengarah ke pembentukan hati nurani untuk menjamin pengendalian perilaku dari dalam di masa mendatang.
7.       Hukuman tidak boleh membuat anak merasa terhina atau menimbulkan rasa permusuhan.


Pssstt,... ternyata ada sisi positif dan negatifnya loh dibalik DISIPLIN itu,.. mau tau?? ini dia,.. :)

Fungsi disiplin yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat
1.       Fungsi yang bermanfaat
a.       Untuk mengajar anak bahwa perilaku tertentu selalu akan diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian.
b.      Untuk mengajar anak suatu tingkatan penyesuaian yang wajar, tanpa menuntut konformitas yang berlebihan.
c.       Untuk membantu anak mengembangkan pengendalian diri dan pengarahan diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka.
2.       Fungsi yang tidak bermanfaat
a.       Untuk menakut-nakuti anak
b.      Sebagai pelampiasan agresi orang yang mendisiplin.

Okkeee,. finish juga akhirnya,.
[sebenernya ini tugas makalah ku nanti yang mau dipresentasikan setelah UTS, but, gak apa2 deng kalo mungkin aja ada temen kelas ku yang mau tau materinya terlebih dahulu, hehee,... #ngikik,..]
wokke,. tanpa berpanjang kali lebar lagi, selamat membaca,... semoga tulisan yang sedikit ini bisa bermanfaat,... :)

Kamis, 22 Maret 2012

Laboratorium sebagai Sumber Belajar_Lengkap :)

Berbagai usaha yang dilakukan oleh guru atau pengelola pendidik untuk lebih meningkatkan serta mendukung proses belajar yang lebih efektif dan efisien. meskipun banyak faktor yang menetukan kualitas pendidikan atau hasil belajar. Salah satunya yang terkait dengan pusat sumber belajar. Banyak berbagai sumber yang dapat dijadikan sebagai pusat sumber belajar yang salah satunya adalah laboratorium.
Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah yang dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkah dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali (Anonim, 2007). Sementara menurut Emha (2002), laboratorium diartikan sebagai suatu tempat untuk mengadakan percobaan, penyelidikan dan sebagainya yang berhubungan dengan ilmu fisika, kimia, dan biologi atau bidang ilmu lain.
Pengertian lain menurut Sukarso (2005), laboratorium adalah suatu tempat dimana dilakukan kegiatan kerja untuk menghasilkan sesuatu. tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar, atau ruangan terbuka, misalnya kebun dan lain-lain. jika ditilik dari pengertian tersebut, hakikat laboratorium tempat untuk melakukan kegiatan praktikum, penelitian, pelayanan masyarakat dan menunjang kegiatan belajar mengajar.
Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia,, laboratorium komputer, dan yang lainnya.
Definisi laboratorium menurut:
1.   Procter
 Laboratorium adalah tempat atau ruangan dimana para ilmuwan bekerja dengan peralatan untuk penyelidikan dan pengujian terhadap suatu bahan atau benda.
2.   ISO/IEC Guide
Laboratorium adalah instalasi atau lembaga yang melaksanakan pengujian.


Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar di sekolah, laboratorium sekolah memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam upaya meningkatkan aktivitas siswa serta meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran. Melalui penyediaan laboratorium, siswa dapat berinteraksi dan terlibat langsung baik secara fisik maupun mental dalam proses belajar. Laboratorium sekolah merupakan bagian integral dari program sekolah secara keseluruhan, dimana bersama-sama dengan komponen pendidikan lainnya turut menentukan keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran.
Macam-macam laboratorium
1.      Laboratorium pendidikan
Laboratorium yang digunakan untuk pendidikan terutama tingkat SD, SMP, SMA.
2.      Laboratorium riset
Laboratorium yang digunakan oleh para praktisi keilmuwan dalam upaya menemukan sesuatu untuk meneliti suatu hal yang dibidanginya. 
Fungsi Laboratorium
Fungsi laboratorium yaitu sebagai sumber belajar dan mengajar, sebagai metode pengamatan dan metode percobaan, sebagai prasarana pendidikan atau sebagai wadah dalam proses belajar mengajar.
Menurut Sukarso (2005), secara garis besar laboratorium dalam proses pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan intelektual melalui kegiatan pengamatan, pencatatan dan pengkaji gejala-gejala alam.
2.      Mengembangkan keterampilan motorik siswa. Siswa akan bertambah keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia untuk mencari dan menemukan kebenaran.
3.      Memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakekat kebenaran ilmiah dari sesuatu objek dalam lingkungn alam dan sosial.
4.      Memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang calon ilmuan.
5.      Membina rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau penemuan yang diperolehnya.
Lebih jauh dijelaskan dalam Anonim (2003), bahwa fungsi dari laboratorium adalah sebagai berikut :
1.      Laboratorium sebagai sumber belajar
Tujuan pembelajaran fisika dengan banyak variasi dapat digali, diungkapkan, dan dikembangkan dari laboratorium. Laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah atau melakukan percobaan. Berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran terdiri dari 3 ranah yakni: ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan/afektif.
2.      Laboratorium sebagai metode pembelajaran
Di dalam laboratorium terdapat dua metode dalam pembelajaran yakni metode percobaan dan metode pengamatan
3.      Laboratorium sebagai prasarana pendidikan
Laboratorium sebagai prasarana pendidikan atau wadah proses pembelajaran. Laboratorium terdiri dari ruang yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.
Berdasarkan hasil pemantauan Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan Inspektorat Jendral dalam Anonim (2003), Laboratorium IPA-Fisika yang pemanfaatan dan pengelolaannya sebagai sumber belajar yang belum optimal atau tidak digunakan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
1.      Kemampuan dan penguasaan guru terhadap peralatan dan pemanfaatan bahan praktek masih belum memadai
2.      Kurang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas tenaga laboratorium
3.      Banyak alat-alat laboratorium dan bahan yang sudah rusak yang belum diadakan kembali
Tidak cukupnya/terbatasnya alat-alat dan bahan mengakibatkan tidak setiap siswa mendapat kesempatan belajar untuk mengadakan eksperimen.
Jika dikaitkan dengan pengertian sumber belajar, maka laboratorium merupakan salah satu dari berbagai macam sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekolah. Mengacu pada definisi sumber belajar yang diberikan oleh Association for Education Communication Technology (AECT) maka pengertian sumber belajar adalah berbagai sumber baik itu berupa data, orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik yang digunbakan secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya.
Ditinjau dari segi pendayagunaan, AECT membedakan sumber belajar menjadi dua macam yaitu:
1.      sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk digunakan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar yang dirancang tersebut dapat berupa buku teks, buku paket, slide, film, video dan sebagainya yang memang dirancang untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran tertentu,
2.      sumber belajar yang tidak dirancang atau tidak sengaja dibuat untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran. Jenis ini banyak terdapat disekeliling kita dan jika suatu saat kita membutuhkan, maka kita tinggal memanfaatkannya. Contoh sumber belajar jenis ini adalah tokoh masyarakat, toko, pasar, museum.
Mengacu pada definisi AECT tentang sumber belajar, maka sumber belajar jenis pertama yaitu sumber belajar yang sengaja dibuat untuk membantu pencapaian tujuan belajar perlu disimpan untuk didayagunakan secara maksimal. Penyimpanan berbagai sumber belajar tadi ditempatkan dan diorganisasikan di laboratorium, khususnya sumber belajar yang menunjang pelajaran MIPA. Dengan demikian maka laboratorium merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan di lingkungan berbagai lembaga, termasuk sekolah guna membantu tercapainya setiap upaya pembelajaran.
Laboratorium perlu dilestarikan serta dikelola, karena berperan untuk mendorong efektivitas serta optimalisasi proses pembelajaran melalui penyelenggaraan berbagai fungsi yang meliputi fungsi layanan, fungsi pengadaan/ pengembangan media pembelajaran, fungsi penelitian dan pengembangan dan fungsi lain yang relevan untuk peningkatan efektivitas dan efisien pembelajaran.
Tujuan Laboratorium sebagai salah satu sumber belajar harus menjadi perhatian utama pengelola Laboratorium. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan suatu manajemen pelayanan yang berfokus pada pembelajar sebagai pelanggan. Pelayanan harus memperhatikan dan menerapkan kaidah manajemen kualitas pelayanan. Dengan menerapkan hal tersebut, suatu pelayanan laboratorium dapat mencapai sasaran.
Proses manajemen pelayanan laboratorium yang berkualitas merupakan pendekatan manajemen kualitas total yang dapat membantu mempertahankan dan mengembangkan sumber belajar dan pembelajarnya sehingga dapat memperluas fungsi laboratorium. Jadikanlah proses kepemimpinan sebagai sumber utama yang menyediakan nilai terbaik bagi pembelajar. Proses manajemen yang berkualitas harus didukung oleh tujuan yang jelas dan dirancang untuk memberi dampak sebagai berikut (Flichman, 1994):
1.      Peningkatan kepuasan pembelajar yang dimulai dengan mengetahui kebutuhan pembelajar, dan kemudian memberikan layanan sesuai dengan kebutuhannya.
2.      Peningkatan kualitas dengan jalan meniadakan hal-hal yang dapat memberi kesan buruk pada pembelajar sewaktu kedatangannya yang pertama.
3.      Peningkatan produktivitas dengan jalan meningkatkan efektivitas sumber daya yang tersedia untuk mendapatkan persentase nilai yang lebih tinggi.
4.      Peningkatan kualitas secara terus menerus.
5.      Peningkatan kekuatan tim manajemen dengan mengintegrasikan berbagai kelompok melalui keahlian dan ketrampilan masing-masing.
6.      Peningkatan kepuasan pekerja (laboran) dengan melibatkannya dalam perumusan tujuan, dan mengenali partisipasinya maupun pencapaiannya.

Kelebihan dan Kekurangan Laboratorium
1.      Penerapan kegiatan laboratorium dalam pembelajaran memiliki kebaikan dan kelemahan. Kebaikan dari pelaksanaan praktikum antara lain :
a.       Melibatkan siswa secara langsung dalam mengamati suatu proses
b.   Siswa dapat meyakini akan hasilnya, karena langsung mendengar, melihat, meraba dan mencium yang sedang dipelajari
c. Siswa akan mempunyai kemampuan dalam keterampilan mengelola alat, mengadakan percobaan, membuat kesimpulan, menulis laporan, dan mampu berpikir analisis
d.    Siswa cenderung tertarik pada objek nyata di alam sekitarnya
e.     Memupuk dan mengembangkan sikap berpikir ilmiah, sikap inovatif, dan saling bekerja sama
f. Membangkitkan rasa ingin tahu, memperkaya pengalaman keterampilan kerja dan pengembangan berpikir ilmiah
2.      Kelemahan/ kekurangan dari praktikum antara lain :
a.       Guru harus benar-benar mampu, menguasai materi dan keterampilan
b.      Tidak semua mata pelajaran dapat dipraktekan dan tidak semua diajarkan dengan metode praktek
c.       Alat dan bahan-bahan mahal harganya, dapat menghambat untuk melakukan praktek