Kalau Allah bilang, ini adalah keimana yang setengah-setengah. Seperti dalam QS. Al Hajj (22) ayat 11:
"Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata."
Kita semua pasti sudah tau, bahwa keadaan itu selalu berubah. Life as a wheel. Hidup itu seperti roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang senang, bahagia, kadang juga sedih, kecewa. Inilah sunnatullah yang tidak bisa diubah. Hanya saja, meskipun keadaan itu selalu berubah tetapi perubahan keadaan itu tidak langsung menciptakan perubahan kita. Keadaan hanya menawarkan sesuatu kepada kita.
Ada petunjuk yang diisyaratkan oleh Al Qur'an bahwa perubahan keadaan itu bisa terkadang positif dan bisa terkadang negatif. Tetapi kita tidak mendapatkan keuntungan dari perubahan itu jika kita menjadi pihak yang dikuasai perubahan keadaan.
"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." [QS. Alam Nasyrah: 5-8]
Ralph Marston pernah menulis: "Tidak realistik untuk berharap bahwa kamu bisa meraih kemenangan terus menerus. Harus ada kekecewaan dalam usahamu. Kesuksesan diciptakan dari kemampuan untu 'menyebuhkan diri' dari kekalahan dan tetap melangkah maju pada tugas berikutnya". :)
Kalau dalam bahasa psikologi, ini disebut Kecerdasan Emosional (EQ). EQ ini adalah kemampuan menguasai diri, mengelola mood dan perasaan, mengatur apa yang terjadi di dalam diri kita, oleh karena itu diakui sebagai pemeran utama lahirnya prestasi yang diraih seseorang. Seorang pakar, Daniel Golemen mengatakan bahwa: "Intelektual kita (IQ) memberi kontribusi sebesar 20% prestasi kita. Selebihnya kontribusi prestasi diberikan oleh serumpun faktor kecerdasan yang disebut kemampuan mengelola emosi (EQ)."
Jadi, pelajaran apa yang bisa kita ambil???
Ya, bahwa jangan biarkan diri kita selalu mempunyai keyakinan pinggiran atau moody. Kemudian, untuk bisa meraih kesuksesan, kita butuh kegagalan-kegagalan. Karena justru dari kegagalan itulah nantinya yang akan menjamin akan dapatnya kesuksesan. Asal dengan syarat, kerjakan dengan sungguh-sungguh. Pantang menyerah. ^^ Oke?
Dan yang terakhir,. bahwa Kecerdasan emosi itu lebih menentukan bagaimana kita ke depan. Oleh karena itu asah terus empati, simpati, dan kecerdasan-kecerdasan emosi yang lain. Bangun hubungan yang baik dengan orang lain, kawan, saudara, keluarga, dll. Oke? ^^
Sepakat ukh !!!
BalasHapus